Papua - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai Provinsi Papua merupakan salah satu daerah yang mendapatkan atensi (perhatian,red) khusus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bersama-sama dengan Aceh dan Papua Barat.
Mengapa demikian, provinsi yang memiliki UU Otonomi Khusus ini, mendapat kucuran anggaran yang besar dari pemerintah pusat.
“Atas dasar ini LPSK melakukan Sosialisasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di Jayapura. Apalagi sepanjang periode Januari - Juli 2016, kita sudah menerima 1.140 permohonan, dengan 83 kasus terkait tindak pidana korupsi”.
“Kita juga bahkan sudah memberikan perlindungan bagi 29 orang, terdiri dari 20 orang pelapor dan 9 orang saksi pelaku dari sejumlah kasus korupsi yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia,” ucap Kepala LPSK, Abdul Haris Semendawai disela-sela sosialisasi tersebut, Rabu (31/8), di Jayapura.
Dikatakan, pada periode 4201 - 2015, angka kasus korupsi menunjukkan tren meningkat. Dimana Mahkamah Agung telah memutus 803 kasus korupsi yang menjerat 967 terdakwa.
Mengacu pada tingginya kasus korupsi, di pusat dan daerah tersebut, maka pihaknya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan korupsi sebagai musuh bersama.
Sebab pemberantasan korupsi, lanjut dia, tak mutlak menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum saja tetapi tapi juga masyarakat.
“Masyarakat sebenarnya bisa berperan dalam penangkapan kasus korupsi hanya saja mungkin masih ada ketakutan untuk melaporkan,”terang dia.
Senada dikatakan Gubernur Papua Lukas Enembe dalam sambutan tertulis yang dibacakan Inspektur Papua Anggiat Situmorang.
Ia berharap melalui kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat ikut berperan serta memerangi korupsi di Papua.
“Namun LPSK diminta memberi perlindungan dan dukungan kepada saksi dan korban yang harus bersifat menyeluruh serta sungguh-sungguh menjamin terlindunginya hak-hak saksi, termasuk korban,” kata dia.