REDELONG : Pengawas Pemilihan Kabupaten
Bener Meriah mengelar rapat dengan Pemkab setempat terkait netralitas Pegawagai
Negeri Sipil (PNS) Pengawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah, Jum’at (30/9) di Oproom Setdakab.
Turut
hadir dalam rapat tersebut Sekretaris daerah Bener Meriah Drs. Ismarissiska,
MM, Ketua KIP, Ketua Panwaslih beserta ketuapokja, dan para pejabat perangkat
daerah, serta para Asisten bupati Bener Meriah.
Dalam
kesempatan itu Ketua Panwaslih Bener Meriah Khairul Ahyar, SE dalam kesempatan
tersebut mengatakan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pejabat negara akan
menerima sanksi jika tidak netral dalam penyelenggaraan Pilkada.
Hal tersebut katanya memiliki dasar hukum, dia
merincikan dasar hukum yang dimaksud adalah 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara.
2. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 3.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 5. Surat Edaran Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN-RB) Nomor : B/2355/M.PANRB/07/2015 tanggal 22 Juli 2015.
Ditambahkannya, Pegawai Negeri Sipil (“PNS”)
merupakan Pegawai Aparatur Sipil Negara (“ASN”) yang diangkat sebagai pegawai
tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara
nasional. Hal ini disebut dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”).
Dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh
partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN,
serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan,
ASN harus netral dalam Penyelenggaraaan Pilkada.
“Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk
menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan
perundang undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau
dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. Sedangkan yang dimaksud Pelanggaran
Disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati
kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang
dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja,”terang Ketua Panwaslih itu.
Terkait larangan dan sanksi bagi PNS/ASN yang
terlibat aktif dalam politik praktis kata Khairul Ahyar telah di atur dengan
tegas dalam UU ASN, Pasal 9 ayat (2) Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan
intervensi semua golongan dan partai politik. Pasal 12, Pegawai ASN berperan
sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bebas
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pasal 87 ayat (4) PNS
diberhentikan dengan tidak hormat karena : a. b. c. menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik.
Selanjutnya terang Ketua Panwaslih itu, berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
: 1.PNS dilarang : (a).Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai fotocopi Kartu
Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk, dan (b).Memberikan dukungan
kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara : 1.Terlibat dalam
kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, 2.Menggunakan
fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye, 3.Membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon selama masa kampanye, (c).Mengadakan kegiatan yang mengarah
kepada keterpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu
sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barangkepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat. (Pasal 4 angka 15 PP No 53 tahun 2010).
Adapun sanksi hukum bagi PNS, ASN yang terlibat :
a. Hukuman disiplin tingkat
sedang bagi pelanggaran larangan. (1) Memberikan
dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan
surat dukungan disertai fotocopi kartu Tanda Penduduk, (2) Memberikan dukungan kepada calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye
untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta mengadakan
kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi
peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. (Pasal 12 angka 8
dan angka 9 PP Nomor 53 Tahun 2010) b.Hukuman disiplin tingkat berat bagi
pelanggaran larangan memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan
dalam kegiatankampanye dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye
(Pasal 13 angka 13 PP Nomor 53 Tahun 2010).
Lebih jauh dikatakannya, di dalam UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga melarang aparatur sipil untuk
terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan pemilihan kepala daerah dan kegiatan
kampanye, baik secara aktif maupun tidak aktif, langsung ataupun tidak
langsung. Di dalam pada Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi
Undang-Undang, lebih tegas lagi menyatakan bahwa kampanye calon dilarang
melibatkan aparatur sipil negara, anggota Polri dan TNI. “Aturan soal larangan
ASN terlibat dalam politik praktis sudah jelas. Regulasi terbaru yakni Surat Edaran
Menpan RB Nomor : B/2355/M.PANRB/07/2015 tentang Netralitas Aparatur Sipil
Negara (ASN) dan Larangan Penggunaan Aset Pemerintah dalam Pemilihan Kepala
Daerah Serentak. Surat Edaran Menpan RB
tersebut adalah merupakan penegasan UU No 5 tahun 2014 tentang ASN, UU No 23
tahun 2014 tentang Otonomi Daerah serta PP No 53 tahun 2010 tentang Disiplin
PNS,”ujar Khairul Ahyar
Selain itu kata Ketua Panwaslih Bener Meriah
tersebut, tindakan pejabat ASN yang memanfaatkan fasilitas negara bertentangan
dengan Pasal 2 huruf b dan f UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan
pasal 71 ayat (1) UU 10/2016 tentang Pilkada. Disebutkan dalam pasal tersebut,
pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan
lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu calon selama masa kampanye.
“Adapun bentuk atau contoh pelanggaran disiplin
oleh PNS/ASN antara lain :1. ikut serta sebagai pelaksana kampanye. 2. Menjadi
peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS. 3. Sebagai
peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau. 4. Sebagai peserta
kampanye dengan menggunakan fasilitas negara dan lain-lain. Bahwa pada pilkada
serentak tahun lalu ada 56 kasus pelanggaran netralitas ASN yang terjadi di 56
lokasi antara lain, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Utara, Banten, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Maluku Utara,
Sulawesi Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepulauan Riau, Tanjung Pinang,
Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur. Adapun Sanksinya adalah
berupa sanksi sedang, yakni pemberhentian dari jabatan, atau sanksi berat
berupa pemberhentian dari status kepegawaian. Seluruh laporan pelanggaran ASN
yang disampaikan kepada Kemenpan-RB sudah disertai dengan bukti foto, video dan
pernyataan pihak terkait. Hukuman yang diberikan juga tidak hanya kepada
ASN-nya saja akan tetapi juga kepada pimpinannya sebagai bentuk tanggung jawab dan fungsi
pengawasan pimpinan terhadap ASN bawahannya.”demikian Ketua Panwaslih Bener
Meriah Kharul Ahyar, SE. (01/l/zf)